Disorientasi Perguruan Tinggi Melahirkan Industri Pendidikan

Pendidikan adalah usaha menuju pembebasan. Lewat pendidikan manusia bisa memaksimalkan kemampuan berpikir yang membuatnya terlihat berbeda dengan makhluk lain.

Seorang Filsuf besar Yunani, Plato pernah mengatakan, arah yang diberikan pendidikan adalah untuk mengawali hidup seseorang untuk menentukan masa depannya. Tidak heran pendidikan menjadi sesuatu yang sangat didambakan oleh setiap orang.

Image result for komersialisasi pendidikan

Sayangnya pendidikan kini tidak lagi bersifat emansipatoris, melainkan hanya menjadi syarat formal seseorang untuk mencari kerja. Beramai-ramai orang mengenyam pendidikan di tiap institusi formal demi mencari ijazah yang menjadi syarat vital seseorang melamar kerja.

Di samping itu, ijazah sebagai tanda bukti menyelesaikan suatu pendidikan kini malah diperjualbelikan. Seseorang bisa saja mendapatkan sebuah ijazah tanpa perlu terlebih dahulu mengenyam pendidikan. Hanya bermodalkan sejumlah uang maka ijazah dapat dengan instan didapatkan.

Walhasil praktik tersebut kemudian berimplikasi pada kurangnya mutu pendidikan kita. Bedasarkan survei United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO), Indonesia berada di posisi 10 dari 14 negara dengan perkembangan pendidikan di wilayah Asia Pasifik.

Sementara itu, penilaian data kualitas pendidik di Indonesia menduduki peringkat 14 dari 14 negara yang masih berkembang.  Data UNESCO ini sekiranya mampu membuat kita merenung dan bertanya pada diri sendiri, apa yang salah dengan pendidikan kita?

UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi sejatinya merupakan tolak ukur sikap pemerintah akan nasib pendidikan bagi para mahasiswa. Dalam pasal 62 dan 64 peraturan itu, negara memberikan wewenang kepada kampus untuk mengelola sendiri lembaganya secara otonom baik itu urusan akademik maupun non akademik. Kampus mendapatkan hak legitimatif dari negara.

Konsekuensinya, kampus dapat mentransformasikan diri menjadi pasar. Berarti, pemaknaan pendidikan yang semula adalah mencerdaskan kehidupan bangsa kini disalahgunakan.

Pendidikan pun menjadi tidak berorientasi untuk melahirkan cendekiawan-cendekiawan yang mampu memberikan solusi bagi bangsa dan dunia, tetapi hanya untuk melahirkan pekerja-pekerja industri maupun non-industri belaka. Kampus hanya mencari keuntungan sebanyak mungkin.

Berubahnya orientasi pendidikan, mengubah juga pola perilaku manusia. Seorang psikolog behaviorist asal Amerika Burhus Frederic Skinner pernah mencetuskan teori operant conditioning yang menyatakan, perilaku manusia bisa dikendalikan oleh ganjaran dan penguatan dari lingkungan.

Kiranya konsep Skinner inilah yang patut merefleksikan pendidikan saat ini. Pendidikan yang kini berorientasi mencetak para pekerja, menjadikan skripsi sebagai nilai tukarnya. Alih-alih mendapatkan hadiah berupa ijazah, seseorang bisa mendaftar di sebuah perusahaan ternama dan mendapatkan pekerjaan. Ijazah kemudian menjadi penguat seseorang untuk menempuh pendidikan. Parahnya, terdapat pula orang yang mengambil jalan pintas demi mendapatkan selembar kertas itu.

Pemikiran pragmatis yang terus direproduksi dan dirawat inilah yang kemudian hanya akan menjauhkan tujuan utama pendidikan yang pada dasarnya bersifat emansipatoris. Menjadi sekedar jalur formal yang harus dilewati untuk mendapatkan pekerjaan. Disorientasi pendidikan saat ini kiranya menjadi renungan betapa buruknya wajah pendidikan di Indonesia.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Disorientasi Perguruan Tinggi Melahirkan Industri Pendidikan"

Post a Comment

Berkomentarlah dengan bijak dan positif, komentar yang masuk dalam kategori spam akan dihapus dan juga komentar yang menyertakan link aktif akan dihapus pula. Terima Kasih